Pages

Search Upil on This Blog

Protected by Copyscape Duplicate Content Detection Software

Friday, January 27, 2012

Filosofi Balon


Kau tahu BALON bukan?
YA ! Benda bundar dengan gas di dalamnya.

Balon itu kalau dibiarkan begitu saja akan terbang ke langit dan takkan pernah kembali sampai kau menarik talinya. Namun apabila kamu terlalu mencengkramnya, balon itu akan enyah seketika. Seperti itulah posisiku sekarang. Aku mungkin dapat tinggal -sejenak- dalam hidupmu ketika kau memegang talinya dengan benar dan menjaganya ketika ada bahaya yang mengancamnya. Tapi apabila perasaanku terlalu dikekang bahkan dicengkram terlalu keras, aku bisa mati dalam dunia egoismu.

Maka, jadilah teman yang baik bersama balon. Karena ia sosok yang setia ada disampingmu ketika kau mengikatkan talinya ke pergelangan tanganmu dan bahkan ia selalu mengikuti arah angin yang ditiupkan berdasarkan kuasa-Nya.


it's me
@Rospita_NF

Saturday, January 21, 2012

ITS COMPLICATED



Entah apa yang bergejolak dalam hati dan pikirannya setelah ini. Aku dan dia baru saja pulang. Sunset di pantai ketiga dengan kesepian yang menyenangkan. Setidaknya hati kami berbicara meski pembicaraan itu tak dapat diartikan melalui alat apapun.


“I think I like him."' Begitu bunyi sms yang kukirim pada teman dekatku. Ia mengetahui semua complicated yang kami alami selama tiga minggu belakangan. Bagaimana aku marah, bagaimana gemasnya pada dia, temanku cukup hafal.


Hanya kamu yang menguasai pikiranku saat itu. Bahkan aku mengira bahwa hatiku telah berdamai dengan kenyataan, hatiku bisa diajak kompromi. Aku menyukai kesederhanaanmu. Tapi ternyata kau menamparku dengan kenyataan baru.

Selama ini aku mengira bahwa kami mengerti dengan cara kami sendiri. Kami berbicara dengan cara yang tak biasa. Dan setiap pertemuan menjadi sesuatu yang berarti. Layaknya daun dan akar. Bukankah mereka tercipta dalam tubuh yang sama bernama pohon? Namun daun dan akar tak pernah saling bertemu apalagi berbicara. Mereka memiliki caranya sendiri, yaitu dengan merasakan unsur hara yang sama. Akar mencari unsur hara itu untuk daun. Seperti itukah KITA diibaratkan?

Ternyata keyakinan kami berbeda dalam hal ini. Ia mengibaratkanku seperti layang-layang. Ya, aku memang ingin terbang, tapi aku enggan bahkan benci menjadi layang-layang.

Perlahan layang-layang diterbangkan dengan kelembutan. Melayang dengan indahnya di atas sana dan kau menarik-ulur layangan tersebut sampai akhirnya saat benang tak mampu lagi menahan layang-layang yang tertiup angin, layang-layang pun putus. Dan kau tak pernah mengambilnya lagi karena berpikir layang-layang itu bukan milikmu lagi.

Heeey! Sadarkah kau ketika kau dulu mengetuk pintu tanpa mengucapkan salam, lalu aku membukakan pintu itu, namun kau seperti enggan sekalipun untuk masuk. Sejengkalpun tidak. Maka aku kembali menutupnya. Kesempatan? Ada. Tapi itu telah lewat bukan? Karena kau terlalu takut untuk mengambil kesempatan itu, maka jangan pernah menyalahkan pintuku!!!

it's me
@Rospita_NF