Pages

Search Upil on This Blog

Protected by Copyscape Duplicate Content Detection Software

Sunday, March 31, 2013

Aku Menemukan Versi Kecilmu

“Pit, nanti kumpul di perpustakaan ya. Kita mau rapat dengan OSIS.” Begitu ucap temanku, menyampaikan amanat sang ketua. 

Aku hanya mengangguk santai, perhatianku masih tertuju dengan koran hari ini di lobi sekolah. Dua menit kemudian, temanku menggamit tanganku agar aku bergegas. 

Kami memang memiliki basecamp di aula sekolah, namun untuk sementara kami sering berkeliaran di perpustakaan karena ada banyak sekali buku yang belum dilabel. Ya, kami jadi pustakawan dadakan. 

Setibanya di perpustakaan, aku langsung duduk bersama yang lain, tentu saja dengan para OSIS sekolah itu. Pandanganku masih sibuk menyapu rentetan buku yang belum juga sempat dirapikan. Sampai pada akhirnya sang ketua KKN berdeham tanda rapat akan segera dimulai dan agar semuanya fokus. 

Akupun mengalihkan pandanganku pada sesosok anak laki-laki hitam manis yang ternyata bernama (sebut saja) Ilham, ketua OSIS. Deeeg! Entah kenapa, aku melihatmu disosoknya. Iya, hitam manisnya sama. Hanya aja senyummu lebih manis dari dia. Kalian juga sama-sama memiliki jiwa pemimpin. Aah! Aku menghela nafas sejenak. Mengatur memoriku yang mendadak jadi flashback ke zaman SMP dan SMA. Juga masa dimana aku dan kamu sama dengan kita. Iya, ‘kita’ yang terlalu singkat. 

Lantas kenapa aku harus mengingatmu lagi? Padahal sebelumnya tidak sekalipun aku mengingatmu, karena ada dia. Ah siapa pula dia?

Friday, March 15, 2013

Cinta (monyet) abadi

“Heh kamu yang kuncir kuda, sini maju!” Bentak seorang cewek kaca mata dengan juteknya. 

“Saya Kak? Kenapa?” Risty tampak ragu-ragu maju ke depan kelas. 

“Saya tau dari istirahat tadi, kamu ada di dalam kelas. Kamu tidak meminta tanda tangan seperti teman-temanmu yang lain. Jadi, gak usah ngelak lagi deh. Pasti kamu yang mencuri jam tangan saya. Ngaku!” Bentak cewek itu sambil menggebrak papan tulis. 

“Enggak kak. Saya tadi emang di dalam kelas, tapi sa... saya...” 

“Halah, diem kamu! Jangan banyak alasan! Kamu juga, cowok yang di pojokan kanan sana. Maju sini?” 

Seorang cowok, tingginya sekitar 160cm, berkulit coklat, bermata agak sipit maju tanpa banyak cincong seperti yang dilakukan Risty tadi. Mukanya terlihat sangat ramah. Tidak heran, bila beberapa teman barunya memberi julukan si Senyum. Meski sedang dalam posisi mingkem, entah kenapa bibirnya memperlihatkannya wajah tersenyum. 

“Gak suah mesem-mesem begitu! Kamu tau kenapa kamu saya panggil?” 
Rio menggeleng. “Apa salah saya kak?” 

Kamu saya panggil karena kamu bersekongkol dengan dia. Cewek kaca mata menunjuk hidung Risty yang pesek. Rio langsung mengelak. Mereka memang berada di dalam kelas saat istirahat, tapi mereka hanya membaca buku. Itu saja. Bedanya, Risty membaca teenlit sedangkan Rio membaca komik. Dan ternyata mereka berada dalam sebuah skenario MOPD. 

* * * 

Risty hanya senyum-senyum sendiri dalam pelukan lelakinya. Seorang komikus handal yang selalu ada untuk menggambar kisah kehidupan mereka. 

“Ris, kamu kenapa sih senyum-senyum gitu?” Rio membelai lembut wajah Risty. 

“Nggak apa-apa. Suka lucu aja kalau inget zaman MOPD SMP. Inget pas pertama kali kita ketemu. Inget pas kita dihukum karena sebuah skenario basi dari kakak tingkat kita.” Risty masih tersenyum lebar sambil membayangkannya. 

Sebuah kisah cinta memang selalu menghadapi lika-liku. Begitu pun dengan kisah cinta novelis dan komikus itu. Setelah kejadian MOPD, mereka bahkan masih saja tidak saling menyapa. Sampai pada suatu hari, Risty dan teman-temannya melakukan truth or dare. Sebuah kenyataan itulah yang mengundang gosip beberapa minggu kemudian. Risty menyukai Rio. Padahal, saat itu Risty hanya menjawab pertanyaan teman-temannya tentang orang yang ia suka di kelas. Itu saja. 

Namun, beda halnya dengan perasaan Rio yang dengan gampangnya menanggapi gosip itu. Sejak saat itu, Rio mulai memperhatikan Risty. Meski secara sembunyi-sembunyi. Cinta dalam hati itu tumbuh selama lima tahun. Sampai saat menginjak bangku SMA, Rio lagi-lagi satu sekolah dengan Risty. Rio memiliki banyak fans karena ia menjabat sebagai ketua OSIS. Sedangkan Risty, baru saja putus dengan pacar keduanya. 

Dengan penuh keberanian, Rio mencoba mendekati Risty. Ternyata perasaan cinta dalam hatinya sudah tidak dapat terbendung lagi. Ia tak ingin kalah dengan egonya lagi. 

Sebuah eskalator dan es krim menjadi sebuah saksi kisah cinta mereka. Ah, apalah pentingnya tempat bila dua cinta telah menyatu? Cinta tentu saja butuh pengorbanan, Risty harus memberi pengertian lebih karena harus diduakan dengan OSIS. Sedangkan Rio harus mempertebal dinding cinta mereka supaya tidak mudah dihadang oleh banyak lelaki yang sering menggoda Risty. Tapi, sungguh kekuatan cinta mereka begitu besar. Tujuh tahun bukanlah waktu yang sebentar. Cinta mereka abadi dalam sebuah ikatan pernikahan. Selamanya.

I'm all yours :)

Tuesday, March 12, 2013

Nyoook camping nyoook!

Semangat Siaaaaaaaaaaaang . . .
Siang yang indah dengan nuansa weekend. Weekend? iya, weekend gue berpindah gara-gara kegiatan padat kemarin. ciaelah.

Terakhir kali ngeblog, sepertinya gue menjanjikan bagaimana presentasi Sosiolinguistik gue.  Gue udah lupa rasanya gimana pas sebelum presentasi, karena memang udah seminggu lebih. Pada intinya gue cukup menguasai materi dan berhasil mengantongi nilai A-. Alhamdulillah deh yaa. Cukup!

Gue sekarang mau cerita tentang weekend gue yang tersita. Bulan ini gue mulai menjalani KKN (Kuliah Kerja Nyata). KKN gue dibagi dua, ada yg sekolah dan ada yg masyarakat. Kenapa demikian? Karena di sekolahlah tempatnya guru mengajar, sedangkan masyarakat sebagai bakti seorang mahasiswa terhadap lingkungan sosialnya sekaligus menjalankan tri dharma perguruan tinggi nomer 3, pengabdian masyarakat. Sialnya KKN adalah kita harus melakukan apapun yang diperintahkan oleh tuan rumahnya.

Fine, sebelumnya gue perkenalkan dulu kalau gue KKN di SMP 14 Yogyakarta dengan 9 orang temen gue yang berbeda jurusan. Gue disana sama Isma, sebagai patner satu jurusan. Agenda pertama kami adalah nge-camp. Yeeaaaah! Awalnya sih seneng, tapi ternyata capek. Iyalah yaah!