Pages

Search Upil on This Blog

Protected by Copyscape Duplicate Content Detection Software

Sunday, September 29, 2013

Karena LCD, saya dipermainkan

KELAS 8A, TANGGAL 26 AGUSTUS 2013

Hari senin kesekian yang saya jumpai selama belajar ‘mengajar’, dan saatnya untuk mengjar di kelas 8A pada jam pelajaran ke-6 dan 7. Hari ini mulai diberlakukan jadwal baru karena ada beberapa guru baru dan guru yang pindah ke sekolah lain. Materi yang akan saya berikan pada kelas 8A adalah mengenai wawancara. Sebelumnya saya telah mengkonsultasikan RPP dan silabus saya pada guru pembimbing. Beliau menyarankan banyak hal, sehingga langkah pembelajaran yang saya buat mengalami perubahan.

Entah kenapa hari itu saya sedang gugup sekali, saya telat meminjam LCD dan akhirnya memakai LCD yang baru saja dipakai oleh teman saya. Tapi satu yang terkendala, kabel sambungannya pendek. Ini akan menjadi masalah, karena stop kontak dalam ruangan kelas 8A cukup jauh dengan posisi LCD yang biasanya. Apabila posisi LCD diperpendek, sinar lampunya akan menyorot pada papan tulis yang berwarna hitam. Alhasil saya harus memutar otak, bagaimana caranya agar LCD tetap tersorot secara jelas tetapi dengan kabel sambungan yang pendek. Akhirnya, LCD yang semula menyorot ke papan tulis, saya putar 180 derajat. Ya, LCD tersorot ke tembok belakang. Seluruh siswa menghadap belakang. Namun, apa yang terjadi selanjutnya? Siswa putra yang di belakang memain-mainkan sorot lampunya menjadi sebuah bayangan yang jatuh pada slide materi saya. Anak-anak memang tidak ada matinya dalam hal keisengan. Beberapa kali saya peringatkan mereka, tapi mereka tetap saja tak menggubris saya. Beberapa orang meminta saya untuk ke belakang, namun apabila begitu saya tidak bisa memindah-mindahkan slide materi.

SAYA DIPERMAINKAN 

Hari itu, saya banyak mengetuk-ngetuk papan tulis dengan penghapus demi untuk menenangkan mereka. Pada saat itu, kebetulan saya memang tidak ditemani guru pembimbing, jadi kelas sangat tidak terkendali. Mereka masih saja belum bersahabat dengan saya. Tidak cukup dengan berbicara ramai, beberapa anak ada yang bermain bola kaki, mengusili teman yang lain, dan sering sekali diantara mereka yang sering izin ke kamar mandi. Satu pertanyaan yang terbesit, “apakah saya sedang berada dalam kelas anak TK nol besar?”.

Waktu saya terbuang sia-sia, mereka terlalu ramai. Guru pembimbing saya menyarankan bahwa ketika siswa ramai, akan lebih baik kita terdiam, melihat mereka dengan sorotan tajam. Namun, apabila saya diam, mereka justru akan lebih ramai, sama saja. Terlebih karena saya hanya seorang mahasiswa PPL, mereka jadi tidak memiliki rasa takut sedikit pun pada saya, padahal saya sudah sering mengancam mereka kalau mereka ribut, maka namanya akan saya laporkan pada guru pembimbing. Tapi tetap saja, tidak mempan. Hari itu, suara saya nyaris habis, tenggorokan saya sakit.

Apa rencana untuk hari esok? Apakah saya perlu membawa TOA? Apakah saya harus membalas mereka dengan kekejaman? Ah, tapi sungguh tidak bijaksana sekali.

Tuesday, September 17, 2013

Izinkan kumenangis

KELAS 8C, TANGGAL 27 JULI 2013
Hari ini saya kembali mengajar di 8C untuk yang kedua kalinya. Saya akan melanjutkan materi mengenai laporan. Berbeda dengan kelas 8A sebelumnya, saya akan membagi kelas 8C ke dalam sebuah kelompok. Satu kelompok terdiri atas 7 orang, jadi ada 5 kelompok besar. Dalam pemilihan kelompok, saya menggunakan sebuah undian nomor-nomor. Sedikit tidak adil, tetapi itu adalah cara efektif agar siswa dapat bersosialisasi dengan yang siswa lainnya.

Pelajaran dimulai, siswa masih ramai ketika saya mengucapkan salam Saya membagikan satu buah contoh laporan perjalanan dan LKS. Karena materi kali ini masih mendengarkan, saya meminta salah satu siswa di setiap kelompok untuk membacakan laporan perjalanan pada temannya, lalu mulai menuliskan tanggapan di sebuah kertas tebal dan kertas warna-warni berukuran kecil yang telah saya sediakan. Maksudnya, kertas kecil tersebut digunakan untuk isi tanggapan siswa, saya menginginkan siswa mengkreasikan hasil kerja kelompoknya. Saya ingin menanamkan pada siswa bahwa tidak setiap tugas kelompok itu membebani pikiran mereka, agar mereka bisa lebih kreatif.

Saya memberikan waktu 20 menit untuk mengerjakan. Selesai tidak selesai harap dikumpulkan, begitu bunyi pesan saya pada mereka. Tetapi, sepertinya waktu sedang tidak berpihak pada saya. Waktu yang disediakan hanyalah 60 menit, 30 menit untuk setiap satu jam pelajaran karena hari ini masih Ramadhan. Pemotongan waktu itu berpengaruh pada pembelajaran, saya kurang memperhitungkan waktu. Beberapa kelompok lama sekali mengerjakan tugasnya, mereka sangat protes dan bahkan ada beberapa yang memberikan tatapan sinisnya. Saya paham perasaan mereka, tapi walaubagaimanapun saya memberikan waktu yang sama pada setiap kelompok, saya tidak ingin pilih kasih. Makanya, tugasnya langsung saya ambil, selesai ataupun tidak, sesuai dengan kesepakatan.

Tahap selanjutnya setelah diskusi adalah mempresentasikannya di depan, lalu didiskusikan bersama. Rencana itupun gagal. Tepat ketika kelompok pertama maju, bel istirahat berbunyi. Saya putus asa karena ini merupakan penilaian kedua saya. Hal yang pertama muncul dalam pikiran saya adalah, bagaimana kabar nilai saya? Pikiran-pikiran negatif mulai bertebaran. Saya menatap wajah-wajah yang tidak bisa diajak kompromi di depan saya. Lalu, untuk refleksi saya bertanya sekuat yang saya bisa, “apa yang kalian dapatkan dari pelajaran hari ini kecuali ribut?” semua hening, saya mengulang pertanyaan yang sama dengan menahan isak, mencoba tegar. Beberapa menjawab, lalu saya memberitahu mereka alasan kenapa mereka tidak dapat menangkap isi laporan dengan baik. Mereka terlalu ramai, terlalu acuh dengan pelajaran.

Saya meninggalkan kelas dengan perasaan yang tidak karuan, menahan tangis. Padahal, apabila dibandingkan dengan kelas 8A, kelas ini jauh lebih baik. Saya pun menangis sesampainya di basecamp. Saya menangis bukan karena nilai saja, tetapi lebih karena kecewa karena menyimpan harapan terlalu besar pada kelas 8C. Saya pikir di kelas ini saya akan berhasil mengajar. Tapi ternyata saya salah, saya belum bisa sepenuhnya ‘memegang’ mereka. Jangankan untuk berlari, sekedar berjalan pun belum.

Laporan nyaris mencuri suaraku

KELAS 8C, TANGGAL 24 JULI 2013

Saya menarik napas panjang sekali sebelum masuk kelas. Ini kali kedua saya mengajar, kali ini saya akan mengajar di 8C. Materi yang sama dengan 8A kemarin, akan segera saya berikan. Saya telah menyiapkan suara untuk membacakan teks sebanyak dua kali. Semoga tidak terlalu haus, karena cuaca hari ini cukup terik dan cukup menyiksa juga dengan keadaan saya yang sedang berpuasa.Tetapi, saya tetap berusaha yang terbaik karena hari ini untuk pertama kalinya mengajar saya akan dinilai oleh guru pembimbing. Sesuai kesepakatan, guru pembimbing akan mengambil penilaian mengajar saya di kelas 8C.

Saya melangkahkan kaki perlahan, mencoba membuang rasa gugup dengan tersenyum, meletakkan kertas RPP dan bahan ajar, kemudian berdiri di depan kelas.  Saya menatap lamat-lamat ke hadapan siswa sebelum akhirnya saya mengucapkan salam dan menanyakan kabar mereka. Beberapa saat kemudian, guru pembimbing masuk kelas, suasana mendadak hening. Saya semakin gugup. Saya mengabsen siswa untuk sekedar mengetahui nama-nama siswa, dan juga agar lebih akrab.

Hari ini saya tidak menggunakan LCD, akhirnya saya hanya menuliskan garis besar materi di papan tulis, kemudian menjelaskan pada siswa. Beberapa siswa sangat serius dalam mencatat, saking seriusnya mereka tidak memerhatikan ketika saya menjelaskan. Duh, saya salah strategi. 

Setelah selesai menjelaskan, saya mulai menarik napas lagi. Inilah saatnya saya memperdengarkan sebuah laporan pada siswa. Dengan judul yang sama seperti kelas sebelumnya, saya mulai membaca, tapi dengan tempo yang lebih lambat karena banyak yang memprotes. Selesai membacakan, siswa mulai menjawab pertanyaan yang saya berikan. Setelah selesai, buku tulis mereka saya kumpulkan. Lalu, saya melakukan refleksi dengan bertanya tentang pelajaran hari itu. Sebelum terjawab, bel berbunyi, pelajaran berakhir, refleksi saya menggantung. Siswa tak lagi menghiraukan saya, mereka berhamburan keluar kelas meninggalkan saya yang terdiam di depan kelas selama beberapa detik. Cengo. 

Ini yang saya sayangkan, siswa semakin hari semakin tidak sopan saja kelakuannya. Dulu, ketika saya sekolah, saya dan teman-teman satu kelas saya tidak ada yang berani keluar kelas apabila seorang guru belum keluar kelas. Itu namanya tidak sopan apabila mendahului guru. Sepele, tapi penting.

Pertemuan Perdana

Assalamualaikuuuuuuuuuuum

Long time no see!
Selamat malam. Apa kabar hari ini? Ada yang tidak hadir? Ups, kebawa euforia mengajar. Hehe

Lama banget gak ngurusin blog. Biasanya gue berusaha untuk update satu bulan sekali, tapi ternyata keinginan hanyalah menjadi keinginan tanpa ada usaha. Halaah. Maklum, sekarang gue lagi praktik mengajar di sebuah SMP di kota Jogja. Gue mengajar kelas VIII. Konsekuensi mengajar kelas VIII adalah kita harus mengerti soal psikologi usia mereka yang berada di tengah-tengah jenjang SMP. Maksudnya begini, mereka merasa sok dewasa karena memiliki adik kelas, tapi belum terlalu memikirkan kedewasaan karena masih lama untuk menempuh waktu kelulusan.

Kali ini gue harus membuat jurnal refleksi. Apa itu jurnal refleksi? Itu seperti bagian dari evaluasi gue sebagai pengajar. So far, gue udah masuk kelas (baca: mengajar) sebanyak 23 peetemuan. Ada banyak banget kesan-kesan di dua kelas yang gue ampu. Karakter-karakter unik yang perlu ditaklukan dan diolah menjadi bahan yang berguna. *Apaseh. Oke, gue hari ini mau nge-share pengalaman pertama gue mengajar saja ya.


KELAS 8A, TANGGAL 22 JULI 2013