Pages

Search Upil on This Blog

Protected by Copyscape Duplicate Content Detection Software

Sunday, December 29, 2013

Teman Baru itu Bernama: KK Reg. Jogja

Hallo Desemberkuuuh
Apa kabar?
Long time no see.
Do you miss me?
He'eh? Yes. ^^
*kenapa bahasanya jadi campuran?

Jadi, ceritanya begindang . . . 
Sekitar semester 3 atau sekitar bulan Maret 2012, gue ikutan komunitas blog bernama Kancut Keblenger. Kenapa gue bisa join? Ceritanya, gue kan sering blog walking di blog Alitt, gue iseng-iseng aja klik tab banner temen-temennya gitu. Nah, rata-rata mereka punya banner yang keren. Akhirnya gue klik salah satu, salah dua, atau salah lima dari semua banner. Kok, sebagian besar di blog mereka ada banner "kancut"nya ya? Yaudah, gue klik aja tu banner, akhirnya linknya masuk ke sebuah group. Group blogger. Close group. Widih, karena melihat blog-blog mereka pada bagus. Mereka kreatif, pinter bikin artwork, gue minder. Ah, siapalah gue. Oke, akhirnya gue putuskan untuk mengubah tampilan blog gue menjadi lebih menarik. Meski pada akhirnya biasa aja. Hmhmhm

Gue masih bertahan di Kancut Keblenger (selanjutnya akan disingkat menjadi KK) sampai sekarang. Awalnya asik, gue sering ikutan diskusi-diskusi gitu. Tapi semenjak ada beberapa peraturan tambahan dan gue mulai sibuk dengan tugas, gue jadi jarang nongol. Ngerasa beda aja, apalagi selalu ada tambahan member, lagi dan lagi. You know what? Sekarang member KK sudah mencapai 3000-an. WOW! BERAPA PIT?? TI-GA RI-BU-AN..
Dapet berapa tuh Pit kalau 3000-an?
Lha, mbok pikir ki lagi kulakan po?

Pada suatu hari di grup KK...

Thursday, December 19, 2013

Kepada Sang Pemberi Harapan

Suatu hari yang cerah
Matahari tersenyum syahdu
Belaian angin meninabobokanku
Yang tersandar di bahumu yang kokoh
Kau raih gitar yang tergelatak
Di sebelah kaki berbulumu
Kau alunkan melodi-melodi merdu itu
Membuai telingaku dengan lagu Depapepe
Disela petikan gitar dan belai angin
Kau bercerita tentang waktu, tentang aku, dan tentang kita
Aku menutup mata
Mencoba memvisualkan ceritamu dengan ilusiku
Aku menahan nafas, berdecak kagum
Tanpa perintah, bulir air tiba-tiba menetes
Bersama harapan yang kini sudah melambung tinggi sekali
Lalu, dalam waktu yang tak pernah kuduga
Kau pecahkan balon harapanku
Yang tak sempat kuberi tali atau kuikat di tanganku
Kau pecahkan dengan jarum kebohongan
Kau tau?
Bukan saja harapan yang pecah, aku pun terjatuh
Kau membuatku berdebum keras di atas tanah kepalsuan
Sedang cairan kecewa yang pekatnya melebihi darah
mengalir perlahan dari buaian ilusiku sendiri
Kau luka aku.
CIH!

DI ATAS AKAR

Beberapa daun berguguran
Membelai wajah, sedang kita terduduk
Sambil menyeruput coklat yang masih panas
Tepat di atas akar-akar tua
Sendu itu.
Kau bercerita dengan tatapan beda
Tanpa kernyitan dahi,
Tanpa lekukan lesung pipit,
Dan tanpa tatapan mata yang riang
Kau bercerita yang membuatku tak habis pikir
Dengan mudahnya, kau bilang ingin mati kala hujan
Dan membiarkan ragamu hanyut begitu saja
Bersama hujan
Kutampar kau sampai tapak tanganku memerah
Melekat erat di pipi kirimu
Bodoh! Harusnya kau memintaku untuk mengkremasimu
Lalu, kuseduh abumu bersama coklat yang masih panas
Bersama sendu yang akan kukantongi ini
Dan tentu saja bersama daun yang berguguran

KUCARI KAU


Malam masih saja sendu
Hujan masih saja turun dengan riang
Kecipak air yang sengaja kuinjak-injak
Di depan beranda rumahku
Harusnya kutemui rindumu
Harusnya terselip bayangmu
Akhirnya,
Kuputuskan tuk bertanya pada lampu
Yang tergantung anggun
Mungkinkah lampu itu melihatnya?
Melihat rindu dan bayangmu yang bersembuyi
Atau mungkinkah aku yang menyembunyikannya?
Kurogoh saku celana biruku
Sebuah kertas kutemukan di dalamnya
Pattimura dalam kertas yang kupegang
Ternyata masih berkumis
Lantas, kemana rindu dan bayangmu?
Kemudian aku masuk ke dalam rumah
Kutemukan semangkuk mie terhidangkan di atas kaca yang dingin
Masih hangat, kucicip saja
Ah, ternyata hambar
Mungkinkah sekarang kau berteman dengan mie di atas meja kaca yang dingin itu?

Thursday, December 12, 2013

Hello Desember



Hello, Desember.
Seharusnya saya senang bertemu denganmu lagi. Bulan yang paling saya tunggu selama tahun 2013. Penghujung, dan akan menjadi penentu. Tentu saja akan menjadi bulan refleksi diri. Ah, bukan tentu saja, seharusnya. Ah sudahlah.

Ketika saya ketik kata "Desember" pada mesin pencarian gambar, kenapa semuanya tertuju pada salju, natal, dingin. Ah, mungkin karena Desember dingin, maka saya menjadi pribadi yang dingin? Hanya terkaan belaka. Tak adakah yang lebih menyenangkan dari mentari bulan Desember? Ada. Seharusnya. Lagi-lagi menjadi keharusan, keharusan yang sebenarnya tidak nyata.

Mentari Desember memang menyenangkan, ketika tertutup awan hitam. Saya sedih. Tapi kesedihan saya sekarang bukan karena kehilangan mentari di langit. Tapi kehilangan mentari yang biasa bersinar di waktu siang dan malam. Memang ada? Ada. Kamu yang bersinar di hati saya. Saya juga baru sadar, bahwa mentari itu kini telah tenggelam. Benar-benar tenggelam dan tak pernah muncul kembali.

Haruskah saya menyesalinya? Seharusnya.
Andai saja.
Tapi, yasudahlah.

Selamat datang Desember, selamat menikmati hari-hari yang hambar di depan wajah saya.