Pages

Search Upil on This Blog

Protected by Copyscape Duplicate Content Detection Software

Tuesday, November 13, 2012

Senja dibatas Rindumu



Sayang, apa kabarmu hari ini? Sore ini adalah kedua kalinya aku mencoba menghirup segarnya keceriaan taman dekat audit. Bukan karena aku sering berkunjung bersama mantan, tapi aku suka suasananya, jauh sebelum aku punya mantan disini. 

Sayang, aku begitu merindukanmu, sangat. Rasa rindu yang jauh lebih hebat dari sang mentari menunggu fajarnya di kala petang. Apakah rindu itu terbayar bila hanya kuingat dirimu? Sepertinya tidak. Ah, berbicara tentang ingatan aku jadi teringat sebuah album dalam ideasi pikiranku, tentu saja tentang kamu. Bila aku pulang nanti, kaset itu seolah terputarkan kembali. Ya, hanya sebuah kaset memori bajakan. Bukan asli. Aslinya sangat mahal, aku tak sanggup membelinya. Bukan karena aku tak punya uang, tapi aku tak sanggup membeli hatimu lagi untuk kembali melihatku. Itu harga yang sangat mahal bagiku. 

Sayang, tak apakan bila kupanggil demikian? Aku hanya mengenang. Ah, bahkan dulu kita jarang menggunakan kata itu. Kita lebih sering memanggil nama. Pernah suatu hari aku memintla satu nama favorit untuk kita, belo dan loved. Tapi penyebutan membuat kita kesulitan. Kamu tak mau aku panggil belo, padahal aku bacanya ‘bilo’ bukan ‘belo’. Konyol bukan? 

Hanya karena mengingatmu, hati ini terasa berbeda. Ada yang sesak. Tak terungkap dan rasanya begitu cettar membahana. #LHO? 

Kenapa kenangan harus ada? Kenangan itu sebenarnya aku yang menciptakan. Ia takkan ada bila tidak dipanggil atau terpanggil. Jadi, ketika aku tersakiti karena sebuah kenangan. Aku sama saja sedang menyakiti diri sendiri. Ah tidak, terkadang aku hanya menguji diri sendiri, sekuat apakah aku menerima kenyataan. Namun, berkali-kali aku mengujinya, berkali-kali pula aku terjerumus kesakitan yang sama. Bahkan bila sakit itu terjahit, jahitannya bukan sembuh malah semakin menganga, dan mungkin saja lebih dalam. 

Bila kau jatuh dan terluka lalu kau jatuh lagi di tempat luka yang sama. Bagaimana rasanya? Sakit bukan? Begitulah aku. Ketika aku sedang terpuruk karena berpisah denganmu lalu ternyata kamu telah bersamanya, rasa sakitnya di tempat yang sama, hatiku. 

Cinta selalu membuat wanita untuk mendramatisir. Benarkah itu? Seterluka itukah aku? Entahlah sayang, aku hanya ingin kau disini. Sekarang. 

Maaf, karena aku tak bisa membungkus senja kali ini seperti yang dilakukan seorang tokoh cerpen Seno Gumira. Lain kali, akan kutunjukkan langsung bagaimana potret senja bila bersamaku. Potret senja di sebuah pedesaan yang menghijau. Rumah sederhana dengan bukit yang berumput manila. Beberapa puluh meter dari rumah itu terdapat sebuah sekolah, disanalah tempatku mengajar. Sedangkan kamu? Kamu sibuk dengan usaha peternakan kita. Ah, sungguh mengharu biru bila mengingat sebuah cita-cita itu. Akankah kita menemukan gambar yang sama dengan cover facebookmu dalam hidup kita kelak? Hanya Tuhan yang tahu. 

Maka, izinkan aku disini untuk terus menunggu. Menunggu tanpa lelah. Menunggu datangnya kamu. Menunggu tanpa tangis. Dan menungguku kali ini seperti sebuah ketidakpastian. Tapi, aku harap ada keajaiban dari menungguku. 

Saturday, November 10, 2012

Doa Kala Senja Mencumbu Langit

sumber
Senja mengerti apa yang terjadi. Senja yang sama dengan perasaan yang berbeda. Aku melepasmu bukan berarti merelakanmu. Aku meninggalkanmu bukan berarti melupakanmu. Tidak sama sekali. Aku bahkan masih mematung, cengo. Apa yang sebenarnya kupikirkan dulu? Mengapa aku harus sok munafik? Aku bahkan masih memiliki rasa yang sama. 

Tapi, apa yang sebenarnya aku inginkan? Benarkah aku menginginkan hal yang dulu kita jalani bersama? Atau aku hanya merindukan sosok kita di masa itu? Sebuah lagu seolah menyadarkanku, lagu berlirik ‘bukannya aku takut kehilangan dirimu, tapi aku takut kehilangan cintamu’. Apakah aku hanya merasakah hal demikian? Aku takut kehilangan cinta dalam sosokmu. Ah persetan. Aku hanya tau bahwa aku pincang tanpa penopang. Disini, sekarang ini, aku hanya merasakan bahwa aku merindukanmu. Sangat. Itu saja! 

Hati selalu bergejolak. Menciptakan banyak tanya, aku bertanya tentang keadaanmu, bertanya tentang sejauh mana kau sangat mencintai kekasihmu, dan bertanya apakah ada namaku dalam hatimu? Aku harap, masih ada. Biar saja walau itu hanya secuil, aku hanya ingin eksistensiku diakui olehmu. 

Percayalah, rasa galau seperti ini selalu muncul layaknya api yang meletup-letup yang bahkan bisa membakar diriku sendiri ketika disembur oleh pikiran-pikiran melankolis sebagai bahan bakar minyaknya. Tidak hanya pikiran melankolis yang muncul, bahkan tak pelak rasa lebay muncul disana. 

Dulu, aku selalu berpikir. Jika aku mati, apakah kamu akan tau semua rahasia dalam sekotak hati yang hancur? Akankah kamu membaca blogku? Atau haruskah aku menitipkan sebuah amanat kepada sahabat-sahabatku? Apakah kamu akan menyesal? Aku harap ya. 

Tak jarang pikiran jahatku muncul. Kamu akan menyesal setelah tau bahwa orang yang sangat mencintaimu mati dalam keadaan membawa hati yang sangat hancur. Kamu akan menyesali semuanya, selamanya. Tapi pikiranku yang lain, selalu berjiwa sok bijaksana. Bijaksana dalam memahami kenyataan. Bijaksana dengan melapangkan hati. Ah, persetan dengan kemunafikan. Aku sudah bosan hidup dalam kemunafikan. Berjalan di atas aspal yang tidak sesuai dengan hatiku. Bosan aku tersenyum dalam hati yang patah. Jenuh aku berjingkrak riang di atas bara api kecemburuan. 

Tuhan, bila memang aku diciptakan untuk mencintainya. Apakah ia juga diciptakan untuk mencintaiku? Meski sekarang ia bersama kekasihnya, apakah mereka akan berjodoh? Tolong berikan aku kisi-kisinya, Tuhan. Aku sangat penasaran. Bertahun-tahun aku mengikatkan tali pada sebuah kesia-siaan. Berkali-kali hati yang hancur itu terobati, namun tidak pernah benar-benar utuh sempurna seperti lima tahun silam. 

Dan pada akhirnya, aku hanya bisa berdoa pada Tuhan. Aku memasrahkan semuanya pada Tuhan. Bila memang ia jodohku, tolong dekatkan. Tapi, jika memang ia bukan jodohku, tolong jauhkan bahkan cabut saja sampai akarnya pohon kenangan aku bersamanya bersama rasa cintaku padanya. Aku lelah, capek, enggan bila harus terus menghirup napas untuk menghidupi hati yang nyaris tak dapat utuh lagi.

Saturday, November 3, 2012

Penggalauan Hestek #AkuIngetBanget, #AkuTauBanget, dan #HarusnyaKamuTau.


Ketika seorang gadis mulai menggalau di pojok kamarnya. Ketika hati seorang gadis pincang karena tak ada pegangan. Ketika seorang gadis menanti apa yang telah tertelan waktu. Ketika seorang gadis membicarakan cinta yang berlari bersama detik-detik kehidupan. Ketika seorang gadis masih mengharapkan cinta pertamanya. Ketika seorang gadis mengenang apa yang disebut kenangan masa lalu. Ketika seorang gadis gagal menata hatinya. Ketika seorang gadis telah luput dari kesadaran logikanya. Ketika seorang gadis sedikitpun tidak memperhatikan jalan di depannya. Ketika seorang gadis terus menoleh ke belakang demi cinta pertamanya. Ketika seorang gadis tersungkur dalam keterpurukan belenggu kelam. Ketika seorang gadis hanya bisa bungkam melihat kenyataan. Ketika seorang gadis berada dalam pilihan perjuangkan atau tinggalkan. Ketika seorang gadis hidup bersama malam dan kegalauan. Ketika seorang gadis mulai menapaktilasi apa yang telah terjadi. Ketika seorang gadis menuliskan kronologi lima tahun yang lalu. Ketika seorang gadis berkata #AkuIngetBanget dan #AkuTauBanget dan #HarusnyaKamuTau.

Jangan berani meneruskan apabila anda tidak ingin galau, lebih baik close tab dari sekarang sebelum semuanya terlambat. Sebelum tetesan air mata yang harus membayar semuanya.

Baiklah, saya akan segera memulainya . . .

Friday, November 2, 2012

Mereka Menunggu Ketidakpastian


Kesan pertama ketika selesai membaca cerpen ini adalah, menarik. Bagi orang awam, cerpen ini merupakan cerpen anak-anak. Namun, setelah dibaca berulang-ulang, cerpen ini bukan cerpen anak. Pengarang hanya meminjam pandangan anak-anak dan ditaruh pada sudut pandang orang pertama, yakni aku. Contohnya saja saat pengarang ingin memberitahukan pada pembaca bahwa Jack seorang pesulap, pengarang tidak langsung menyebutkan Jack pengarang, tetapi melalui deskripsi yang seolah diutarakan oleh anak-anak. Apabila dilihat dari pemilihan judul, pengarang cukup memikat pembaca. Diksi yang dipilih adalah ‘sosok’ yang notabene belum tentu makhluk apa itu, meski kebanyakan yang dimaksud adalah manusia. 

Membaca cerpen ini seperti sedang bermain games teka-teki. Pembaca harus jeli dan peka terhadap setiap diksi yang digunakan pengarang, pemilihan kata yang dapat menjadi petunjuk-petunjuk. Petunjuk tersebut bisa jadi sebuah setting atau plot dan unsur intrinsik lainnya. Beberapa petunjuk yang terdapat dalam cerpen tersebut adalah sebagai berikut: 

- Sepesang sosok bergerak ketika tak ada orang. (Sosok bukanlah manusia) 
- Tempat lembap dan penuh asap, botol minuman berjejer. (Sebuah bar di tempat kumuh) 
- “Aku tak siap dengan apa pun yang melibatkan cinta.” (Jack dan Leona memiliki hubungan khusus) 
- Jack menggunakan bahasa yang tak dikenali. (Bahasa yang tak biasa digunakan di daerah tersebut) 
- Mery kejang. (Mery memiliki penyakit) 
- Sepasang sosok ingin ke Amerika seperti Leona. (Setting tempat bukan di Amerika) 
- Mery kanak-kanak, tak pernah mengajak bicara, keheningan. (Mery bisu) 
- Suatu malam, Mery pergi. Kita melihat sosok berbaju putih dan bersayap menggandeng tangannya. (Mery meninggal, dibawa malaikat, semacam kepercayaan umat kristiani) 
- Berdiri di depan cermin, menatap diriku sendiri. (Tokoh aku cukup tahu diri) 
- Panggilan madam. (Sebutan untuk wanita di Eropa, khususnya Inggris) 

Dari sekian banyak petunjuk yang disebutkan, dapat diketahui unsur-unsur intrinsik yang terkandung dalam cerpen. Misalnya saja tokoh, setting, penokohan, dan lain-lain. Setting tempat lebih mendominasi isi cerpen dibandingkan setting waktu. Setelah melihat petunjuk, dapat disimpulkan bahwa settingnya di Eropa, Inggris. Hal tersebut didukung oleh adanya salju, musim dingin, bahasa yang asing, dan panggilan madam. Sedangkan setting waktunya didominasi saat malam hari. 

Apabila ditinjau dari segi alur, pengarang menggunakan alur campuran. Maju-mundur-maju. Saat alur mundur, pengarang begitu rapi membungkus ceritanya. Tahap demi tahap dilalui secara perlahan tapi pasti, sehingga pembaca tidak begitu kesulitan dalam memahami alurnya. 

Tokoh utama dalam cerpen adalah sepasang sosok yang ternyata dua buah boneka, yakni Barbie dan babi. Pengarang sengaja mensejajarkan mereka, entah karena kasta atau nama kedua sosoknya. Babi merupakan hewan ternak yang banyak terdapat di kawasan Eurasia (Eropa Asia). Babi juga salah satu mamalia omnivora yang lebih cerdas dibandingkan kucing dan anjing. Hal itu diaminkan dengan kalimat “Berhentilah menghindar. Hadapilah. Inilah hidup.” Pada kalimat tersebut tersirat sebuah sikap yang bijak, orang bijak biasanya cerdas, karena mereka mampu mengendalikan emosinya. 

Barbie adalah boneka berwujud perempuan cantik dan selalu menggunakan aksesoris untuk melegkapi penampilannya. Barbie dibuat disecantik mungkin sebagai representasi sosok perempuan yang sempurna. Dalam cerpen tersebut, Barbie lebih banyak mengeluh, bahkan hanya karena hal sepele seperti sepatu yang dianggap tabu oleh tokoh aku. Orang yang sering mengeluh adalah mereka yang kurang bisa menerima hidupnya, atau bisa dikatakan kurang bersyukur. 

Ketika menilik kata ‘menunggu’ pada judul, pembaca langsung memberikan tanda tanya. Siapakah yang mereka tunggu? Awalnya, dua sosok tersebut menunggu Mary yang dibawa malaikat bersayap. Lalu, ketika Jack telah membuat toko boneka, kedua sosok tersebut tetap menunggu. Barbie yang menunggu teman yang sepadan dan babi yang seumur hidupnya menunggu, entah siapa. 

Dalam hidup ini, biasanya seseorang akan merasa kehilangan ketika sesuatu yang biasanya ada menjadi tidak ada. Maka, ketika seseorang menunggu, ia menunggu sesuatu yang sama dengan sesuatu yang hilang tersebut. Begitulah, kedua sosok yang menunggu itu. Bahkan mereka pun menunggu ketika Jack meninggal. Mereka menunggu di etalase sambil menatap ke luar jendela. Meski kedua sosok itu seperti sedang menanti seseorang, namun disadari atau tidak kedua sosok itu hanya menuggu ketidakpastian.

Semester 5: Antara galau, latihan drama, dan #NovemberWish

WELCOME NOVEMBER!!
Mangga kalebet! Semoga hidup gue semakin galau lebih baik dan bermakna #amin

*ngulet* Ciat ciat ciat ciaaaaaaaaaat!!!
akhirnya gue bisa bangun pagi juga. Alhamdulillah. Tapi kan hari ini lo gak ada kuliah pit. Ah no problem. Bangun pagi kan gak harus karena kuliah pagi aja, tapi karena merindukan untuk bersujud kepada-Nya di waktu subuh. Jadi, selama ini lo gak pernah shalat pit? Minggu kemaren gue lagi gak shalat, eh kebablasan kebiasaan bangun siangnya sampe gue shalat -___-" Itulah buruknya gue!

Eh, tapi hikmah bangun pagi yang gue dapatkan adalah gue bisa shalat sebelum matahari terbit, nulis blog yang udah lamaaaaaaaaaaaaa banget gue cuekin dan inget mantan. *eeh mulai lagi*

Sepertinya udah bukan hal aneh lagi dengan isi blog gue yang isinya curhatin tentang gue yang sering bangun kesiangan. Nah, itulah kebiasaan buruk gue. Ah, tapi kan semuanya berawal dari niat sodara-sodara! Ketika dua hari terakhir kemaren gue kelewat shalat, sebelum gue tidur gue cuma berdoa tanpa memantapkan niat untuk bangun subuh. Naah, setelah semalem gue berdoa dan menambah doa untuk dibangunkan saat subuh, itu semua terkabul. Alhamdulillah yaa cettaaaar sekali. *eeh