Pages

Search Upil on This Blog

Protected by Copyscape Duplicate Content Detection Software

Sunday, March 31, 2013

Aku Menemukan Versi Kecilmu

“Pit, nanti kumpul di perpustakaan ya. Kita mau rapat dengan OSIS.” Begitu ucap temanku, menyampaikan amanat sang ketua. 

Aku hanya mengangguk santai, perhatianku masih tertuju dengan koran hari ini di lobi sekolah. Dua menit kemudian, temanku menggamit tanganku agar aku bergegas. 

Kami memang memiliki basecamp di aula sekolah, namun untuk sementara kami sering berkeliaran di perpustakaan karena ada banyak sekali buku yang belum dilabel. Ya, kami jadi pustakawan dadakan. 

Setibanya di perpustakaan, aku langsung duduk bersama yang lain, tentu saja dengan para OSIS sekolah itu. Pandanganku masih sibuk menyapu rentetan buku yang belum juga sempat dirapikan. Sampai pada akhirnya sang ketua KKN berdeham tanda rapat akan segera dimulai dan agar semuanya fokus. 

Akupun mengalihkan pandanganku pada sesosok anak laki-laki hitam manis yang ternyata bernama (sebut saja) Ilham, ketua OSIS. Deeeg! Entah kenapa, aku melihatmu disosoknya. Iya, hitam manisnya sama. Hanya aja senyummu lebih manis dari dia. Kalian juga sama-sama memiliki jiwa pemimpin. Aah! Aku menghela nafas sejenak. Mengatur memoriku yang mendadak jadi flashback ke zaman SMP dan SMA. Juga masa dimana aku dan kamu sama dengan kita. Iya, ‘kita’ yang terlalu singkat. 

Lantas kenapa aku harus mengingatmu lagi? Padahal sebelumnya tidak sekalipun aku mengingatmu, karena ada dia. Ah siapa pula dia?

Oya, ini pasti karena beberapa waktu yang lalu kamu menelponku. Sangat tak terduga. Aku mengenalmu saat aku masih kurus, polos, dan tentu saja pendek. Dulu aku duduk di depan dan kamu tepat di garis kiri belakang secara horizontalku. Dulu tak ada kata sapa di antara kita, hanya seulas senyum, itu pun sangat jarang. Kita sama-sama pemalu.

Tiba-tiba aku mengingat masa memalukan dimana aku bilang bahwa aku suka kamu saat itu. Tentu saja tidak secara langsung dan aku yakin sampai saat ini kamu tidak tau sejarahnya, hanya aku dan temen-temen cewek yang mengetahuinya. Pada suatu minggu, tepatnya tanggal 5 Desember 2004, aku dan temen-temen cewek berkumpul di rumah Siska. Dia berulang tahun dua hari sebelumnya. Iseng-iseng kami bermain truth or dare. Pertanyaannya sama, "Siapa cowok di kelas kita yang kamu suka?" Lalu aku menyebut namamu. Nah, entah sejak kapan pula gosip itu beredar luas, padahal aku hanya iseng menyebut namamu, hanya untuk formalitas daripada aku diberi tantangan.

 *  *  *
Malam itu jam sedang memeluk pukul 11. Hapeku berdering lama. Aku yang sedang pake headphone jadi gugup sendiri. Setelah berhasil kugenggam, deringnya mati. Setelah kulihat, nama kontakmu terpampang disana. Aku kaget. Spontan aku langsung sms kamu. “Ada apa?” Kamu pun menelpon lagi. 

Akhirnya malam itu kita bernostalgia, kamu bilang kamu sedang jenuh dan kebetulan saat lihat kontak, hanya nomorku yang menarik perhatianmu. Ah, ucapanmu memang selalu bernada gombal. Tipe playboy organisasi. Haha 

Hal sewajarnya yang orang telponan lakukan adalah menanyakan kabar satu sama lain menggunakan ragam bahasa informal. Namun, apa yang terjadi dengan kita? Belum apa-apa bahasa yang kita gunakan sudah ilmiah. Sungguh formal. Sungguh tidak sesuai konteks. Ya, secara struktural itu masih diterima dan dianggap sopan-sopan saja. Tapi bila dilihat dari ilmu sosiolinguistik? Percakapan kita sungguh tidak sopan, mengingat kita sudah saling mengenal sejal 9 tahun yang lalu. 

Entah darimana mulanya tiba-tiba aku iseng aja menebak golongan darahmu, sebagai si O yang hidupnya penuh optimistis. Tapi ternyata kamu bertipe B, sama sepertiku. Lalu, tiba-tiba kamu berceletuk “ah, berarti gak butuh waktu lama untukku tau tentang kamu, cukup melihat diri sendiri aja. Hehe” 

Aku hanya terkekeh. Dia masih saja sama, tukang gombal. Ucapan yang masih aku ingat sebelum kita jadian adalah, “Pit, bohong kan dosa, kalo bohongin perasaan itu dosa gak ya?” Lalu, ketika kamu bertanya demikian aku hanya diam tanpa kata. Terlalu menjurus.

Percakapanku denganmu malam itu berlangsung selama tiga jam. Banyak sekali pengalaman yang kamu ceritakan, semuanya sungguh mengagumkan. Aku sampai refleks bertepuk tangan. Prestasimu melejit bagai roket. Kemampuan organisasimu juga tidak diragukan lagi. Aku juga percaya ketika kamu bilang kamu dicalonkan sebagai ketua BEM Universitas dan terlebih pihak rektorat sendiri yang meminta. Tapi sayangnya kamu tolak karena  kamu sudah banyak kegiatan kampus dan luar kampus. Jiwa organisasimu sungguh tinggi.

Kamu juga mengatakan bahwa kamu ingin sekali ke Australi. Entah kenapa kekuatan pikiran dan keyakinanmu sungguh luar biasa. Ketika SMA dulu kamu memikirkan kampusmu yang sekarang, kamu bisa masuk juga. Lantas apakah sekarang kamu juga akan pergi ke Australi? Aku selalu mendoakan yang terbaik untukmu. Sungguh.

Nah, pertanyaan yang paling membuatku berpikir lama adalah, “kapan kamu nikah Pit?” WHAT? Jujur, untuk pertama kalinya ada cowok bertanya seperti itu. Akupun langsung gagap, karena sebelumnya aku tak pernah membahas ini dengan seorang cowok yang notabene adalah ehem mantan. Yang membuat berpikir bukan pertanyaannya, tapi modusnya. Iya, hanya itu. 

“Mungkin saat usiaku 24 atau 25 tahun.” Aku menjawab sekenanya. Mencoba bersikap biasa.

“Hmm, berarti nanti kalau punya cucu usia kamu sekitar 50-60 tahun ya. Wah, keburu tua dong, gak bisa maen sama cucu dong.”

Astaga! Aku tercengang lagi. Kamu sudah memikirkan sejauh itu? Dalam hati aku menimpali, jangankan mikirin cucu, calon suami aja belum ada. Ckckck 

Terus aku bertanya balik ke dia, dan jawaban dia cukup mengejutkan. “Pengennya sih setelah S-2. Nah, sekarang kan tinggal 1 tahun lagi, berarti sekitar 3 tahun lagi lah. Enggak usah lama-lama juga. Malah kalau sekarang aku nikah juga siap. Karena aku pengennya sama cewek yang siap merangkak bersama dari bawah.” 

Aku tertegun, lantas berkomentar, “tapi pertanyannya adalah, apakah ada orang tua yang merelakan anaknya pada laki-laki yang masih kuliah yang secara materi belum terlalu mapan?” 

"Tapi serius deh, sekarang tuh aku capek banget. Pengen ada yang ngurusin. Pengen punya istri." Nadamu begitu serius, seperti seorang pria yang memikul berat yang sangat berat di pundaknya. Aku hanya tertegun, melamun. Tapi lagi-lagi aku berpikir soal modus kamu mengungkapkan semuanya padaku, malam itu.

Lalu obrolan kita berlanjut pada sebuah pernyataanku tentang ‘cewek kan dipilih, bukan memilih’

“Kamu pernah baca Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari? Disana ada quotes yang membuatku mengamininya, ‘Perempuan adalah bubu yang bila sudah dipasang hanya bisa menunggu ikan masuk. Selamnya bubu tak akan mengejar ikan atau memaksanya masuk ke dalamnya.”

Kemudian, kamu juga tidak kalah ingin mengeluarkan teorimu yang didapat dari pelajaran biologi saat SMA. “Aku jadi inget kata-kata guru biologi yang bilang kalo perempuan itu ibarat ovum, sorry nih rada vulgar, udah gede kan ya? Hehe.. jadi gini, ovum hanya menerima satu sperma kan dari ribuan sperma?"

Aku mengangguk, lalu bilang 'iya' ketika aku sadar bahwa kamu tidak bisa melihat anggukanku. "Nah, perempuan itu gitu, sekalinya dapet yang cocok maka akan terus seperti itu. Bener gak sih?” Lanjutmu.

Deeeg! Bener juga sih. Buktinya, aku dulu terjebak dalam memori orang yang sama selama bertahun-tahun. Sekarang-sekarang aja udah mulai bisa ikhlas. Syukurlah. “Mungkin juga seperti itu.” Aku hanya menjawab sekenanya. Sepertinya dia belum puas sehingga aku dicecar terus dengan pertanyaan-pertanyaan lainnya. 

Sampai akhirnya tidak terasa sudah pukul 2 dini hari. Aku mulai sering menguap dan dengan cekatannya kamu menangkap kode tersebut. Telpon pun ditutup. Kamu pun siap menunggu Arsenal main sambil mengedit sebuah tulisan.

Tapi, sebelum telpon ditutup kamu mengatakan, “eh, kenapa ya tadi kita membaca karakter satu sama lain? Padahal kan kita…. Mantan.” Pada kata yang terakhir itu kamu ucapkan secara terpisah dan pelan. Tenang saja, semua kenagan kita masih ada. Bukankah kenangan ada untuk dikenang? 

NB: Oya, terima kasih untuk kamu versi kecil karena sudah mengingatkan aku pada sosok yang luar biasa seperti dia. Terima kasih untuk kamu versi besar yang sudah mau berbagi pengalaman, ilmu, diskusi ilmiah, membaca karakter, dan membuatku berpikir panjang. 

Good night*

*) ini postingan tadi malem yang baru ter-publish pagi ini gara-gara koneksi internet yang menyebalkan --"

3 comments:

  1. wow wow wow... sepertinya ada yang akan di jemput calon kekasih halal nya nih...

    tampaknya si dia sebenarnya mengungkapkan untuk mu

    ReplyDelete
    Replies
    1. waduh :O

      iya, sekarang kan zamannya modus modusan. pragmatis abis.

      Delete
  2. Truth or Dare, :D
    Jadiingat pernah main itu juga jaman sekolah.
    Eciyeee. Calon imamnya udah ada tuh..

    ReplyDelete

Silahkan comment UPIL gue dengan kaidah yang baik, tidak OOT, tidak vulgar dan tidak menyinggung SARA. ^^b #okesip