Pages

Search Upil on This Blog

Protected by Copyscape Duplicate Content Detection Software

Tuesday, February 28, 2012

Bahasa Indonesia dalam Kumparan Media Elektronik

Oleh: Rospita Nur Fazriah
Sebaagai makhluk sosial, manusia menggunakan bahasa sebagai alat untuk berkomunikasi dan saling berhubungan antaranggota. Tidak ada masyarakat tanpa bahasa dan tidak ada bahasa tanpa masyarakat. Oleh karena itu, manusia mutlak memerlukan bahasa terlepas dari objek mana yang muncul terlebih dahul, masyarakat atau bahasa. Seiring perputaran waktu, perkembangan terus terjadi hingga ditemukan media elektronik sebagai penghubung komunikasi yang lebih luas. Dalam hal ini media elektronik yang dimaksud adalah televisi, radio, dan internet.
Tidak sedikit masyarakat yang langsung menyerap tanpa mengolah apa yang ia dapatkan dari media elektronik. Karena pada umumnya, masyarakat hanya mendengar, meniru, dan akhirnya menjadi kebiasaan. Salah satu teori struktural menyebutkan bahwa bahasa merupakan faktor kebiasaan (habit). Dengan berpandangan pada teori tersebut, tidak menutup kemungkinan bahasa yang sudah diatur sedemikian rupa akan mengalami perusakan oleh bahasa baru yang belum tentu baik dan benar untuk digunakan.
Hampir senada dengan teori struktural, Rogers dan Shoemaker mengungkapkan tentang teori komunikasi, yaitu teori jarum suntik. Dalam teori tersebut, komunikator disimbolkan sebagai pendorong suntikan dan pesan sebagai alat suntikan tersebut. Secara logika, dampak yang ditimbulkan akan sangat besar karena jarum suntik atau pesan yang akan disampaikan bersentuhan langsung dengan penerima suntikan. Dampak inilah yang disadari atau tidak akan mempengaruhi pengetahuan awal (kognitif) masyarakat dan bukan tidak mungkin menjangkit psikomotor juga.
Sudah sewajarnya televisi menyuguhkan tayangan yang mengangkat mengenai hiburan, namun ternyata dampaknya pada masyarakat cukup besar. Hal ini disebabkan memori manusia dapat mengingat lebih kuat hal yang berkaitan dengan audio visual daripada hanya salah satunya saja. Hiburan dalam televisi, misalnya acara lawak hampir selalu menghadirkan bahasa baru di telinga masyarakat. Contohnya saja pada sebuah acara musik yang biasanya digandrungi remaja, seorang presenter-nya mengatakan kata rempong yang seharusnya adalah “repot”. Secara cepat masyarakat mampu memahami kata itu karena dengan melihat konteksnya. Setelah didengar kemudian ditiru, pastilah akan menjadi sebuah kebiasaan baru. Terlebih yang sering menggunakan itu adalah sekelompok orang yang notabene telah dekat. Maka bahasa itu akan sering digunakan dan bahkan dianggap benar karena sesuai konteksnya. Sebenarnya kata rempong sendiri merupakan bahasa slang, yaitu bahasa yang besifat khusus atau rahasia dan biasa digunakan oleh kalangan tertentu, misalnya banci.
Apabila melihat dari media elektronik yang paling populer dewasa ini (baca: internet) maka tidak akan telepas dari peranan jejaring sosial. Hampir seluruh remaja di Indonesia bisa dipastikan memiliki akun jejaring sosial, baik facebook maupun twitter, bahkan tidak menutup kemungkinan banyak juga yang memiliki lebih dari satu akun. Dengan demikian munculah teori remaja zaman sekarang, yaitu “no facebook/twitter no gaul”. Jadi tidak mengherankan apabila banyak remaja yang bahasanya tidak sesuai.
Sebagai contoh nyatanya adalah adanya istilah alay bagi kalangan orang yang menggunakan tulisan yang tidak seharusnya. Misalnya penggunaan angka yang digabungkan dengan huruf, contohnya kata yang seharusnya “akan” namun ditulis “4k4n”. Selain itu penggunaan huruf kecil yang digabung dengan huruf besar dalam satu kata dan bukan merupakan singkatan juga termasuk dalam kategori alay. Serta penggunaan huruf yang (dianggap) senada namun berbeda secara fisiknya, yaitu huruf “k” yang diganti dengan huruf “q” atau huruf “j” diganti dengan huruf “z”. Meskipun kini pengguna huruf alay sudah mulai mereda, namun hal tersebut merupakan perusakan bahasa secara besar-besaran. Fatalnya hal tersebut tidak hanya dilakukan oleh remaja, namun anak-anak yang sudah menjamah dunia maya secara prematur.
Contoh lainnya adalah istilah dari slang twitter. Istilah itu diantaranya brb (be right back), mjb (mau join bareng), dan kepo (ingin tau urusan orang lain). Meskipun dapat dibaca secara jelas, namun isitlah tersebut membingungkan karena digunakan seenaknya tanpa ada persetujuan yang jelas. Seperti istilah asal yang digunakan oleh dua orang namun karena dibaca orang banyak sehingga menjadi meluas dan digunakan dalam berkomunikasi.
Bahasa seperti itulah yang terkadang lebih sering digunakan daripada kata yang sebenarnya. Karena dalam pandangan remaja, hal yang berbau trendy lebih banyak disukai. Satu hal yang menjadi pemicu remaja menirunya adalah melihat siapa yang mencetuskan/berbicara. Dan biasanya orang yang terkenal cenderung banyak ditiru daripada orang biasa.
Memang ironis sekali ketika melirik berbagai fenomena perusakan bahasa ternyata dilakukan oleh remaja yang notabene disebut sebagai generasi penerus bangsa. Namun fakta memang selalu lebih pahit. Itulah yang menjadi PR bersama bagi generasi yang telah insyaf atau bahkan tidak terpengaruh dari korban perusakan bahasa tersebut.
Sebagai mahasiswa bahasa Indonesia, sudah seharusnya mengangkat beban yang dipikul ibu pertiwi dalam bidang bahasa dengan membudayakan prinsip yang dicetuskan oleh Soeparno “yang benar adalah benar, yang salah adalah salah” dan jangan membenarkan karena hal tersebut sudah menjadi umum. Selain itu dengan menginjeksikan sadar budaya dalam berbahasa.

NB: makasih mas Ivan yang udah bantu aku cari judul yang bagus ^^b

No comments:

Post a Comment

Silahkan comment UPIL gue dengan kaidah yang baik, tidak OOT, tidak vulgar dan tidak menyinggung SARA. ^^b #okesip