Pages

Search Upil on This Blog

Protected by Copyscape Duplicate Content Detection Software

Wednesday, July 25, 2012

Hilangnya Seorang Gadis

sumber gambar
Menunggu adalah pekerjaan yang melelahkan. Terlebih menunggu sesuatu yang tidak pasti. Ya, Dilla kini tengah menanti sebuah ketidakpastian. Sejak tiga jam lalu Dilla selalu melirik layar ponselnya, berharap nama itu akan muncul. Nama seorang cowok yang sangat familiar. 

“Tutitutitutituuut….” Nada sms masuk terdengar dari ponsel hitam mengkilat Dilla. Ia melirik nama yang terpampang disana. “Yaah, Tiffa. Tumben dia sms gue.” Dilla membaca pesan itu dengan ogah-ogahan. Isinya cuma nyuruh Dilla buat pergi ke kosannya. Setelah bunyi sms balesan Tiffa tiba, Dilla langsung menjambret jaket dari belakang pintu dan segera meluncur ke kos Tiffa. 

“Dimana dia?” Dilla masih terengah.
“Fany di kamar Dill, tapi kamarnya berantakan banget.” Nada khawatir terlihat jelas dalam suara Tiffa.

Dilla segera mengecek kamar Fany. Terkunci. Isi kamar Fany sangat berantakan. Bantal, kaca, kardus ponsel, uang, pembalut, rambut bekas pangkasan, sampai buah mangga berserakan di lantai. Dilla yang merasa aneh dengan keadaan yang tak biasa itu, langsung memanggil nama Fany. Sekali. Dua kali. Tiga kali. Tak ada jawaban. Dilla dan Tiffa mulai khawatir. 

Keadaan jendela yang terbuka membuat Dilla mudah untuk membuka kunci dari dalam. Suara isak tangis terdengar dari arah kamar mandi Fany. Kedua gadis tanggung itu semakin bingung. Malam harinya mereka masih cekakak-cekikik sambil main poker. Lantas, kenapa siang itu Fany berubah? 

“Fan…lo kenapa? Tolong buka pintunya. Kalo lo punya masalah, cerita dong. Jangan kayak gini. Gue sama Tiffa khawatir banget sama lo.” 

Diam. Hening. Tak ada jawaban. Hanya isak tangis yang semakin menjadi membuat raut wajah Tiffa penuh rasa khawatir. Lima menit berlalu, masih tidak ada respon dari Fany. Isaknya semakin menjadi. 

“Tok tok tok…Fany…Fany…! Cerita dong sama kita.” Pinta Tiffa. 

“Tinggalin gue sendiri Fa, gue cuma lagi pengen sendiri.” Fany berkata sambil sesenggukan. Sepertinya ia memiliki masalah yang sangat berat. 

“Fan, tangisan bukanlah cara yang tepat buat ngatasin masalah lo.” Ucap Tiffa sambil bernasehat. 

“Kayaknya dia emang lagi butuh waktu sendiri deh. Tinggalin aja deh. Gue yakin, ketika dia udah tenang, dia bakal cerita sama kita.” Bujuk Dilla. 

Tiffa manut. Akhirnya mereka masuk ke kamar Tiffa. Hari masih terlalu terik untuk Dilla kembali ke kosannya yang berada cukup jauh dari kosan Tiffa dan Fany. 

Dua hari kemudian, Tiffa datang ke kos Dilla sambil menangis. Ia melaporkan bahwa Fany pergi. Ia tidak membawa kendaraan, ponsel, bahkan dompetnya ia tinggal bersama surat yang ia taruh di atas tempat tidurnya. 

Surat itu berbunyi bahwa Fany pergi ke suatu tempat untuk menenangkan diri. Ia meminta agar Dilla dan Tiffa tidak pergi mencarinya. Ia mengatakan akan kembali ketika pikirannya sudah mulai tenang. Tapi, entah kapan. Mereka berdua tidak mengetahuinya. Tangis keduanya pecah seiring titik pada akhir kalimat terakhir yang ditulis Fany. 

Mereka berdua yang telah lama mengenal Fany, cukup tau tabiatnya. Fany bisa saja nekat. Ia bahkan memiliki bekas sayatan benda tajam di pergelangan tangannya sejak usianya 13 tahun. Fany bukanlah orang yang mudah berbaur dengan orang baru. Ia juga pemalu. Kemana ia akan pergi? Dimana ia tidur? Bagaimana ia bisa bertahan hidup? Ia hanya seorang gadis 18 tahun yang punya pikiran kekanakan. Segala macam pikiran negatif terbentuk dalam benak kedua temannya, DIlla dan Tiffa. 

Hari berganti minggu. Minggu berganti bulan. Ya, dua bulan sudah Fany hilang. Tidak ada kabar yang melegakan dari Polisi. Sama saja. Dilla dan Tiffa putus asa. Mereka hanya menunggu sampai teman mereka kembali.

7 comments:

  1. ini cerpen ya? kirain kisah nyata :O
    nice story :D

    *salam kenal*

    ReplyDelete
    Replies
    1. cerpen yang sangat pendek :D hehe tapi memang terinspirasi dari kisah nyata juga sih..
      salam kenal juga, makasihudah mampir ^^

      Delete
  2. wah keren ceritanya.... udah ketemu blom si Fany..?? :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. thank you :) belom, entahlah. tanyakan saja pada Dilla dan Tiffa :p

      Delete
  3. untung ini hanya cerpen. Oh ya, ini cerpen bisa dijadikan cerbung, mengingat akhirnya yang masih menggantung.

    ReplyDelete
    Replies
    1. itu sebuah kisah nyata yang difiksikan :) sarannya akan ditampung, hehe semoga bisa dilanjutkan..tunggu saja!

      Delete

Silahkan comment UPIL gue dengan kaidah yang baik, tidak OOT, tidak vulgar dan tidak menyinggung SARA. ^^b #okesip