Apakah kau masih orang yang sama dengan yang aku kenal lima
tahun silam? Apakah kau masih orang yang sama dengan lelaki kurus dan tinggi
yang selalu kulihat di depan kelas? Apakah kau masih orang yang sama dengan si
pintar dari kelas X.3? Apakah kau masih orang yang sama dengan cinta pertamaku?
“Aku adalah orang yang sama, tapi rasa itu yang berbeda.”
Ucapnya pelan.
“Kenapa?”
Aku tertunduk saat kamu pergi begitu saja. Kamu hanya datang
untuk mengatakan itu. Kamu hanya menjawab pertanyaan dengan kebingungan yang
semakin besar. Hanya kalimat itu. Tetes air mata jatuh seiring dengan langit
meneteskan air matanya di atas rambut sebahuku.
Apakah kamu masih ingat ketika menyaksikan hujan di depan
kelas aquarium? Apakah kamu masih akan berkata hal yang sama lewat teks message ketika aku tengah terlelap?
Apakah kamu masih ingat ketika aku tak memaafkanmu kamu mengancamku untuk bunuh
diri sehingga aku langsung memaafkanmu?
Aku tersenyum kecil. Bagai orang gila aku mulai tertawa di
tengah hujan. Menertawakan hidupku dan betapa childish-nya kita dulu. Kamu hanya sekali menolehkan kepalamu ke
belakang. Hanya sekali. Tapi itu menumbuhkan sebuah harapan padaku. Tidak. Kamu
menoleh bukan untuk memberikan harapan, tapi untuk salam perpisahan.
Ketika kamu telah benar-benar menghilang, aku mengambil
cermin kecil dari tas kecilku dan membantingnya. Kuambil kepingannya untuk
menyayat nadi agar kamu berbalik untuk mengatakan hal yang selama ini aku
lakukan untukmu. Namun ketika kepingan itu tepat akan menyayat nadi, dia mendekap
punggungku. Tangisku pecah. Dia menarik tanganku untuk berteduh. “Jangan pernah
kau sia-siakan hidupmu hanya untuk lelaki seperti itu. Lihatlah aku. Seberapa
jauh kau pergi dan selama kau kurung hatimu itu tidak akan berpengaruh besar
untuknya.”
Aku terdiam. Kutatap matanya yang tajam. Seperti
terhipnotis, aku menemukan sebuah keyakinan disana. Dia memelukku lagi. Aku
bisa mendengar detak jantungnya sekarang. Seirama dengan detak jantungku.
Empat tahun kemudian aku dan dia terikat dengan ikatan yang
lebih serius. Seperti terpercik api, aku merasakan hal yang berbeda ketika
sebuah kartu datang ke rumah. Disana tertulis dengan indah nama lengkap yang
selama ini aku ingat dengan gelar akademiknya dan dibawahnya sebuah nama asing
dengan gelar akademik yang sama. Foto yang serasi dengan senyum bahagia.
Tanggal yang aku target sembilan tahun yang lalu. Ternyata impian itu hanya
sebuah impian.
“Kau sudah punya
kesempatan dan kau gagal. Kau tidak bisa hidup di masa lalu. Hadapilah, kau
hanya melukai hatimu sendri.”
-Patrick to spongebob-
-Patrick to spongebob-
that's me
@Rospita_NF
Bisaan si Pipit?!
ReplyDeletehehe :D jadi malu weeh ternyata dibaca sama temennya..
ReplyDelete