Pages

Search Upil on This Blog

Protected by Copyscape Duplicate Content Detection Software

Monday, April 9, 2012

Aku Menulis Karena Kau Ada

Wajah yang sama, tubuh yang sama, tapi langkah kaki yang berbeda. Ketika aku berjalan ke kanan, mengapa kau mengambil jalan ke kiri? Tak bisakah kau berbalik dan menyusulku di jalan sebelah kanan? Asal tempat kita sama, lantas mengapa tujuan kita berbeda? Saat kita di jalan yang sama, genggaman tanganmu begitu erat. Hangat. Tanganmu selalu hangat sehingga pori-porimu terlalu sensitif ketika bersapa dengan dinginnya udara. Bahkan kukumu akan berwarna biru lebam saking dinginnya. Masihkah kau ingat ketika kita selalu menyamakan langkah bahkan irama kaki kita?

Meskipun kini jalan kita berbeda, tapi ketahuilah satu hal. Jejak itu masih ada karena sejarah telah mencatatnya. Kamu takkan bisa menghapusnya. Takkan pernah bisa. Aku telah menghilangkan penghapusnya. Kemanapun kau cari penghapus itu, kau takkan menemukannya.

Kini aku sadar, selama kita masih bisa menatap langit yang sama, aku tak khawatir.  Karena ketika kulihat langit tampak tersenyum, disitulah aku menemukanmu. Wajahmu yang kukenal sejak tujuh tahun silam, tergambar samar di atas sana. Tapi tetap saja, selalu dalam suasana bersahabat. Apa yang kau katakana kepada sang langit di sana? Apakah kalian bersekongkol agar aku bahagia di sini? Tak bisakah muncul sebentar sekedar untuk menyapa kabarku?

Waah, langkah kita terlampau jauh. “Langit, apa yang sekarang sedang dilakukannya? Apakah ia dalam keadaan baik-baik saja?”
“Jangan cemas, aku telah mengirimkan pelangi kepadanya. Ia tersenyum ketika melihat pelangi bersamanya. Bahkan ia tampak sangat bahagia.” Langit berkata lewat angin sore.
“Bersamanya? Siapa?”
Langit tak menjawabnya lagi, itu sudah cukup membuatku penasaran setengah mati. Langit menurunkan tetes air. Sepertinya ia merasa bersalah dan menghilang dibalik awan hitam. Seperti sebuah kaset yang berputar kalimat itu selalu terngiang. “Sayang, cinta, banget, sama kamu.” Ucapanmu saat itu terpatah-patah saking susahnya untuk mengungkapkannya. Dulu, sesulit itukah kau mengucapkannya? Aku hanya berpikir, apakah saat itu bermakna terlalu sayang atau tidak percaya diri.


Kini, langkah tak dapat mempertemukan kita. Mata tak mungkin dapat memperlihatkan kesamaan lagi. Maka aku menulis ini agar kau membacanya. Aku takkan pernah berhenti menulis, selama kau masih ada di sana. Langit sudah tak dapat dipercaya sebagai mata-mata. Maka aku menggunakan tulisan sebagai sahabat baikku. Aku menulis karena kau ada.

7 comments:

Silahkan comment UPIL gue dengan kaidah yang baik, tidak OOT, tidak vulgar dan tidak menyinggung SARA. ^^b #okesip